Pertanian
modern merupakan hal yang sangat diharapkan untuk sektor pertanian saat
ini. Apabila bicara mengenai pertanian modern, yang terpikir dalam
benak kita adalah penggunaan alat-alat canggih seperti traktor dan
lain-lain. Beberapa petani di Indonesia juga sudah ada yang menggunakan
alat-alat canggih, namun hal tersebut masih sebagian kecil yang
rata-rata digunakan oleh petani kaya atau yang sektor usaha taninya
cukup luas.
gambar-gambar di bawah ini menunjukkan pertanian modern:
Berikut ini adalah contoh pertanian modern di Negara lain:
Pertanian modern di Taiwan
Hamparan
sawah seluas satu hektar, hanya memerlukan waktu tiga jam dalam menanam
padi, jika menggunakan mesin tanam padi seperti yang ada di Taiwan.
Dengan pola tanam tersebut tentu dapat menghemat tenaga kerja, waktu
serta yang menggiurkan adalah hasil panen yang memuaskan.Per hektar
mampu menghasilkan 12 ton gabah.
Sistem
pertanian modern di Taiwan, agaknya menjadi daya tarik bagi Kepala KDEI
Taipei.Sehingga walau harus menempuh perjalanan sekitar 3 jam antara
Taipei Changhua, bapak dua putra ini tetap semangat mengikuti arahan
dari konsultan teknik Chang Kuo-An saat mengunjungi para petani Taiwan
beberapa waktu lalu.
Dalam
paparannya Mr. Chang menjelaskan, jika pertanian di Taiwan sistem
menanam padi sangat jauh dengan sistem yang ada di Indonesia.Jika petani
Indonesia dari bibit di semai dihamparan persemaian. Setelah persemaian
tumbuh dengan memakan waktu kira-kira 15 hari barulah bibit padi di
cabut(di daut) dari persemaian. Setelah itu padi baru di tanam diatas
lahan. Dalam satu hektar cara penanaman ini memerlukan waktu seminggu
dan membutuhkan tenaga kerja sekitar empat atau lima orang.
Menurut
Mr. Chang, jika sistem tanam seperti petani di Indonesia yang di
jelaskan diatas, tentu ada beberapa kekurangannya. Diantaranya, bibit
padi yang telah tumbuh di media semai, lantas di cabut lagi lalu di
tanam di lahan sawah, tentu akan kurang bagus hasilnya. Karena padi yang
di cabut akan stress dan untuk pulih memerlukan waktu seminggu.
Induknya sudah tumbuh, anakannya baru tumbuh seminggu lagi. Selanjutnya
bibit yang di cabut akar-akarnya akan tertinggal di lahan persemaian
kira-kira bisa 40 persennya. Jadi ada 40 persen bibit yang hilang.Hal
ini tentu akan mempengaruhi hasil produksi. Namun jika menggunakan
sistem ala pertanian Taiwan, bibit padi di semai di sebuah wadah pot
persegi empat dengan ketinggian 2 cm. Media tanam menggunakan campuran
tanah humus, batu bata merah yang telah di haluskan dan sekam. Gunakanya
untuk menghemat tanah dan memberi pori-pori pernafasan bibit.
Selanjutnya campuran padi dan pupuk di semaikan diatas media tanam.Hanya
memerlukan waktu sembilan hari bibit-bibit padi sudah bisa di tanam di
atas lahan sawah.
Cara
tanam dengan menggunakan mesin tanam ini hanya memerlukan waktu tiga
jam per hektar. Menggunakan mesin tanam ini, selain lebih efisien waktu
dan tenaga juga membuat tanaman rapi, karena secara otomatis mesin telah
memisah-misah bibit dengan jumlah yang sama dan dalam garis yang sama
pula.Dengan menggunakan system ini, akan memperpendek proses olah, tanam
dan petik. Mulai dari persemaian hingga panen petani akan merasakan
jika dengan system ini akan lebih menguntungkan.
Keunggulan
teknologi pertanian Taiwan ini, karena proses pertanian di dukung
dengan mesin yang seluruh prosesnya tidak banyak menyerap tenaga
manusia. Seperti yang terlihat di lokasi, jika terdapat dua ruang yang
terdapat mesin pompainer. Satu ruang khusus untuk mencampur tanah gabah
dan pupuk, serta satu ruang lagi sebagai tempat pencetakan bibit.MenuruT
Mr. Chan jika mesin pompainer berfungsi untuk menjaga mutu bibit yang
di tanam.Sementara mesin-mesin ini mampu menghasilkan produksi bibit
sekitar 3000 dapot per jam.
Suhartono
dalam kunjungannya juga sempat menjalankan mesin tanam padi.Menurutnya
mesinnya mudah dijalankan, dan jika petani Indonesia menggunakan mesin
ini, diharapkan Indonesia bakal menjadi negara surplus akan pangan.
Mengingat lahan di Indonesia masih cukup luas sementara tak di
manfaatkan dengan baik.” Jika saja Indonesia mengadopsi sistem pertanian
seperti ini, mungkin cerita soal import beras tak ada ceritanya lagi.
Terutama bagi petani, yang bakal merasakan manfaatnya karena panen bisa
tiga kali dalam setahun karena pendeknya waktu.Selain itu tenaga kerja
muda, yang mungkin malu bekerja di sawah dan memilih ke luar negeri juga
akan berkurang. Karena dengan menggunakan system pertanian modern hasil
yang di dapatkan akan memuaskan.maka kenapa mesti keluar negeri?’
ungkapnya.
Hal
senada juga diungkapkan Chang Kuo-An, jika sudah saat Indonesia
menggunakan tehnologi modern dalam pertaniannya, karena jika tidak bakal
ketinggalan dengan petani-petani dari negara lain. Yang karena
ketertinggalan tersebut akhirnya sangat tak masuk akal, jika negara
agraris sampai mengimport beras untuk memenuhi kebutuhan pangan
warganya.
Posting Komentar