Masalah remaja pada pembelajaran diantaranya :
Ada dua golongan besar yang termasuk faktor luar yang mempengaruhi manusia. Dua golongan itu ialah golongan organis, yaitu manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan golongan anorganis, termasuk didalamnya adalah keadaan alam dan benda-benda.
Ada dua golongan besar yang termasuk faktor luar yang mempengaruhi manusia. Dua golongan itu ialah golongan organis, yaitu manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan golongan anorganis, termasuk didalamnya adalah keadaan alam dan benda-benda.
Ini semua ikut memberi warna dalam perkembangan seseorang. Oleh karena
itu sikap seseorang anak kota berlainan dengan anak desa. Bukan
perbedaan kualitas dan yang lainnya, melainkan hanya berbeda dalam
bentuk atau gambarnya. Perbedaan ini disebabkan oleh factor dalamnya.
Suatu contoh: Pada suatu hari, di sebuah desa kedatangan seseorang dari
kota, yang berpakaian rapi, mencari burung dengan senjata angin, dengan
naik mobil dan membeli apa saja yang dapat dibeli untuk oleh-oleh.
Kedatangan orang itu membawa pengaruh banyak sekali kepada anak-anak
desa itu. Yang seorang tertarik dengan pakaiannya yang rapi, sehingga
anak itu menjadi seorang gubernur, yang seorang lagi tertarik oleh
senapannya, akhirnya anak itu tumbuh menjadi seorang jendral, yang
seorang lagi tertarik oleh uangnya yang banyak, sehingga akhirnya anak
itu tumbuh menjadi lintah darat, dan sebagainya.
Dengan contoh di atas, mengertilah kiranya apa yang dimaksud oleh
WILLIAM STERN dengan teorinya itu. Dan inilah yang menyebabkan tidak
satupun seseorang yang sama dengan orang lain, dalam bentuk atau
gambarnya, sekalipun orang itu kembar dari sebuah telur.[1]
2. Faktor Dalam, Faktor Dasar (intern)
a. Perkembangan Seksualitas
Terbawa oleh perkembangan jasmani yang mendekati dalam masa remaja ini,
matang jugalah kelenjar-kelenjar kelamin dalam dirinya, baik bagi anak
putri maupun bagi anak putra. Hal ini menumbuhkan adanya desakan-desakan
baru didalam jiwa si anak, yaitu desakan yang menghendaki layanan
seksualitas. Inilah sebabnya anak putra dan anak putri saling bersedia
kembali bekerjasama seperti sebelum berpisah pada fase pueral.
Kesediaan bekerjasama yang lebih mendalam (sampai pemenuhan kebutuhan)
rohani ini, menyebabkan keduanya saling menyelidik, sampai di manakah
kiranya seluruh kebutuhan ini dapat dilayani oleh lawan jenisnya ini.
Tentulah makin cepat mereka mendapatkan pelayanan berarti makin mudah
mendapatkan pemenuhan dan itu berarti kurang teliti dalam memilihnya.
Perkawinan semacam inilah yang sering menyebabkan perceraian, oleh
karena itu di kemudian hari ternyata pelayanan itu tidak menyeluruh.
Untuk mencegah agar hal-hal yang tidak dikehendaki semacam itu, perlu
diteliti terlebih dahulu, apakah pertumbuhan kepada lain jenis itu
disertai sikap saling hormat menghormati, harga menghargai dan saling
melindungi. Bila sifat-sifat itu juga didalamnya, dapat diharapkan bahwa
kebutuhan pemenuhan perkembangan seksualitas yang mendesak diri remaja
tersebut dapat bertemu didalam bentuk perkawinan yang bahagia.
b. Perkembangan Fantasi
Perkembangan fantasi ini, bermula pada fase kanak-kanak. Tetapi arah
perkembangannya berubah pada waktu fase remaja. Setelah menyaksikan
tumbuhnya tubuh yang lain dari biasanya pada lawan jenisnya. Melihat
itu, mereka saling berfantasi, oleh karena keduanya saling tidak
mengerti apakah faedahnya sebelum ia melakukan fungsinya yang
sebenarnya.
Si laki-laki bangga dengan kumisnya, tetapi ia tidak mengerti untuk
apakah sebenarnya kumis itu. Si wanita bangga dengan miliknya yang
menghiasi dadanya, tetapi ia pun belum mengerti faedahnya sebelum
kelahiran bayinya. Keduanya saling berfantasi, dan demikian suburlah
perkembangan fantasi remaja waktu itu. Dan inilah yang dipergunakan
sebagai modal untuk menulis surat dengan bunga-bunga bahasa yang
dirasakan bagus sekali untuk dinikmati. Inilah sebabnya mengapa masalah
cinta pertama yang sering sukar dihapuskan bekasnya bagi siapapun juga
yang mengalaminya.
c. Perkembangan Emosi
Perkembangan ini mulai nampak pada masa remaja fase negative. Pada saat
itu emosi remaja serba tidak menentu. Ia sangat gelisah tetapi ia tidak
mengerti, mengapa ia demikian resah, gelisah, sedih. Ia bersikap menolak
perintah, harapan, anjuran, maupun keinginan orang tua/gurunya, tetapi
ia tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah menolak semuanya itu.
Pada akhir fase ini, ia berusaha untuk menjadi pusat perhatian dari
lingkungannya. Ia bersikap egois, bahkan ia merasa serba super, sehingga
mau tidak mau lawan jenisnya tertarik, mengagumi dan akhirnya berserah
diri padanya. Darahnya mudah menggelora, ia adalah pemberani yang
kadang-kadang kurang perhitungan, tingkah lakunya kasar, penaik darah,
mudah tersinggung dan tidak takut mati. Ini semua hanya berlangsung
singkat, kemudian ia berkembang menjadi harmonis sedikit demi sedikit.
Ia mulai memuja sesuatu yang baik, apakah itu keadaan alam, sesuatu
hasil seni ataukah itu lawan jenisnya. Ia bersikap memuja, baik kepada
gurunya yang meghargai karyanya ataukah itu orang tuanya, yang memuji
kepandaiannya, apakah itu seorang gadis yang mengaguminya entah karena
apanyapun. Disinilah ia mulai menemukan akunya kembali. Ia mulai percaya
kepadanya dan makin harmonislah keadaannya.
d. Perkembangan Kemauan/keinginan
Perkembangan kemauan/keinginan ini sedikit demi sedikit berbelok kearah
yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu itu.
Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan,
sekalipun hanya berujud ketemu gadis pujaan. Inilah mengapwaktu
berpacaran, si pacar selalu ingin bertemu, untuk sekedar bertemu muka,
jalan-jalan, menonton dan sebagainya.
Tetapi kadang-kadang oleh karena terjadi hal-hal yang lebih mendesak
sebagai akibat daripada rangsangan yang kuat maka keinginan itu mudah
berkobar, sehingga tidak jarang terjadi hal-hal yang di luar dugaan.
Oleh karena itu sekalipun mereka mendapat kebebasan dari kedua orang
tua, namun harus disertai batas-batas kebebasan yang sesuai dengan norma
yang baik yang berlaku di masyarakat yang bermoral. Suasana ethis harus
diciptakan salama mereka saling bertemu dan orang tua menyaksikan
pertemuan itu meskipun hanya untuk sementara.
e. Perkembangan Estetika
Jika pada masa negatif, aspek estetika seakan-akan mengalami kemunduran,
maka pada masa-masa berikutnya, sedikit demi sedikit mulai bangun
kembali. Jiwa remaja menjelang dewasa ini telah mampu menghayati dunia
luar lebih mendalam, sehingga mampu meresapkan apa yang dilihat,
didengar dan dirasakannya yang mampu menggerakkan jiwanya.[2]
f. Perkembangan Religi
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan sebagai mana dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983) agama
memberikan kerangka moral sehingga membuat seorang mampu membandingkan
tingkahlakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa
mamberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunua
ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman terutama bagi remaja yang
telah mencari eksistensi dirinya.[3]
Posting Komentar